BANDUNG || Ikatan Mahasiswa Revolusioner Jawa Barat menilai, drama Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan batas usia capres cawapres adalah bentuk pengkhianatan demokrasi. Hal itu disampaikan mahasiswa dalam aksinya di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Dalam keterangannya, sejumlah mahasiswa bergantian berorasi dan menyampaikan tuntutannya. Salah satunya juga yang yang dikritisi kebijakan Presiden Joko Widodo di bidang persyaratan menjadi calon presiden dan wakil presiden.
“Saat ini publik kita mengasumsikan bahwa penegakan hukum yang tidak adil mengakibatkan kita berada pada decline democracy atau demokrasi yang mengalami kemunduran,” ujar Mulyadi selaku korlap aksi. Kemunduran demokrasi, lanjut Mulyadi disebabkan karena melemahnya institusi politik yang menopang sistem demokrasi di suatu negara, seperti pemilu yang tidak kompetitif, pembatasan partisipasi, lemahnya akuntabilitas pejabat publik, penegakan hukum yang tidak adil, dan lain sebagainya.
Salah satunya diduga adanya intervensi istana dalam keputus MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, MK memaknai Pasal 169 huruf q UU Pemilu menjadi “Persyaratan menjadi calon presiden dan wakil presiden adalah: q. Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”. Mulyadi menambahkan pada 16 Oktober 2023 silam yang saat itu Mahkamah Konstitusi di Ketua oleh Anwar Usman dianggap adanya konflik kepentingan karena sang keponakan, Gibran Rakabuming Raka yang saat ini menjabat sebagai Wali Kota Solo berhasil lolos menjadi Cawapres Prabowo Subianto berkat keputusan tersebut. Selanjutnya, Mulyadi menjelaskan meskipun telah dibentuknya MKMK (Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi) dan membuahkan hasil bahwa Anwar Usman dicopot dari Ketua MK karena terbukti melanggar kode etik berat, tapi hal tersebut tidak mempengaruhi atas putusan MK sebelumnya, karena MKMK tidak punya kewenangan dalam hal tersebut. “Mungkin tidak apa-apa paman dicopot dari jabatan asalkan sang keponakan lolos dalam kompetisi Pencawapresan. Kira-kira begitu fenomena yang terjadi saat ini,” tutur Mulyadi dalam orasinya.
“Negara kehilangan kualitas demokrasinya dan menuju pada ciri rezim otoriter sehingga negara kehilangan kualitas demokrasinya dan menuju pada ciri rezim otoriter,” kata Mulyadi. Akhir-akhir ini, kata Mulyadi banyak sekali fenomena yang terjadi di sebuah negara kita indonesia yang menunjukan secara terang-terangan bahwa bangsa dan negara ini mengalami kemunduran demokrasi.
Secara telanjang, kata Mulyadi, masyarakat dipertontonkan kebobrokan demokrasi di negara ini dan dibodohi secara hina atas beberapa fenomena yang ada. Padahal pengubahan aturan batas usia capres-cawapres itu tidak ada kewenangan MK tetapi DPR RI lah yang seharusnya berwenang dalam hal tersebut. Karena hal tersebut, lanjut Mulyadi, dianggap adanya kegiatan kolusi dan nepotisme di dalam pemerintahan seolah-olah demokrasi ini memberikan cinta terhadap pihak atau keluarga tertentu. Padahal demokrasi ini membutuhkan kecintaan terhadap rakyat karena sejatinya rakyatlah yang akan merasakan efek dari pada hasil-hasil kebijakan pemerintah. “Akibat hal tersebut maka turunlah kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dan bahkan ada yang tidak mempercayai sepenuhnya terhadap institusi pemerintah dalam penegakan hukum dan keadilan,” katanya. Dalam lasi tersebut ikatan mahasiswa Revolusioner Mahasiswa Jawa Barat Mendesak dan Menuntut agar DPRD Provinsi Jawa Barat melakukan evaluasi terhadap Presiden beserta jajaran yang ada di istana karena dianggap telah menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pihak tertentu bahkan keluarga.
Ditulis Oleh : Henhen Editor