JAKARTA || Badan Pusat Statistik ( BPS ) melaporkan jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,86 juta orang pada Agustus 2023. Pengangguran terbanyak didominasi oleh lulusan SMK dibandingkan tamatan jenjang pendidikan lainnya.
Merespons data ini, pengamat kebijakan publik Univesitas Indonesia, Ima Mayasari, mengakui bahwa generasi muda belakangan memang mengalami kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan. Ia pun membeberkan beberapa faktor yang menyebabkan situasi itu terjadi. Pertama, adanya persaingan yang ketat lantaran pasar kerja saat ini sangat kompetitif. Sebab, jumlah pencari kerja melebihi jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia. “Sehingga kemudian generasi muda harus bersaing dengan kandidat lain yang memiliki kualifikasi yang sama atau kemudian yang lebih baik,” dalam acara Market Review hari ini, Selasa (7/11/2023). Kedua, kurangnya pengalaman kerja. Menurutnya, saat ini banyak perusahaan membutuhkan kandidat yang tentunya memiliki pengalaman kerja. Sementara bagi generasi muda yang baru lulus dari perguruan tinggi tentu belum memiliki pengalaman kerja yang signifikan, sehingga inilah yang kemudian menjadi sebuah hambatan para generasi muda dalam mendapatkan pekerjaan. “Lalu juga kita ketahui sendiri bahwa terjadi perubahan teknologi dan perubahan yang cepat di dalam teknologi juga dapat memengaruhi cara perusahaan merekrut karyawan,” terangnya. Oleh karena itu menurutnya, generasi muda perlu terus mengikuti perkembangan atau tren teknologi yang akan tetap relevan di pasar kerja yang semakin berubah. Faktor selanjutnya yaitu kondisi ekonomi yang tidak stabil. Itulah yang kemudian mengakibatnya menurunnya jumlah lowongan kerja yang tersedia. Jadi, generasi muda di sini akan mengalami kesulitan di dalam mencari pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka. Namun demikian, diakui Ima, bahwa sejatinya generao muda masih memiliki nharapan yang tinggi terkait dengan jenis pekerjaan atau gaji yang diingankan. Akan tetapi inilah justru yang kemudian menyulitkan mereka dalam menemukan pekerjaan yang sesuai dengan harapan.
“Tentu yang terakhir itu adalah ketidaksesuaian terkait dengan keterampilan, sehingga ada kesenjangan keterampilan yang dimiliki oleh para lulusan ini dengan yang dibutuhkan oleh pasar kerja. Dan kurangnya keterampilan kita bisa melihat tidak sesuai dengan kebutuhan industri itu sendiri,” pungkasnya.
“Tentu yang terakhir itu adalah ketidaksesuaian terkait dengan keterampilan, sehingga ada kesenjangan keterampilan yang dimiliki oleh para lulusan ini dengan yang dibutuhkan oleh pasar kerja. Dan kurangnya keterampilan kita bisa melihat tidak sesuai dengan kebutuhan industri itu sendiri,” pungkasnya.
JAKARTA || Badan Pusat Statistik ( BPS ) melaporkan jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,86 juta orang pada Agustus 2023. Pengangguran terbanyak didominasi oleh lulusan SMK dibandingkan tamatan jenjang pendidikan lainnya.
Merespons data ini, pengamat kebijakan publik Univesitas Indonesia, Ima Mayasari, mengakui bahwa generasi muda belakangan memang mengalami kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan. Ia pun membeberkan beberapa faktor yang menyebabkan situasi itu terjadi. Pertama, adanya persaingan yang ketat lantaran pasar kerja saat ini sangat kompetitif. Sebab, jumlah pencari kerja melebihi jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia. “Sehingga kemudian generasi muda harus bersaing dengan kandidat lain yang memiliki kualifikasi yang sama atau kemudian yang lebih baik,” dalam acara Market Review hari ini, Selasa (7/11/2023). Kedua, kurangnya pengalaman kerja. Menurutnya, saat ini banyak perusahaan membutuhkan kandidat yang tentunya memiliki pengalaman kerja. Sementara bagi generasi muda yang baru lulus dari perguruan tinggi tentu belum memiliki pengalaman kerja yang signifikan, sehingga inilah yang kemudian menjadi sebuah hambatan para generasi muda dalam mendapatkan pekerjaan. “Lalu juga kita ketahui sendiri bahwa terjadi perubahan teknologi dan perubahan yang cepat di dalam teknologi juga dapat memengaruhi cara perusahaan merekrut karyawan,” terangnya. Oleh karena itu menurutnya, generasi muda perlu terus mengikuti perkembangan atau tren teknologi yang akan tetap relevan di pasar kerja yang semakin berubah. Faktor selanjutnya yaitu kondisi ekonomi yang tidak stabil. Itulah yang kemudian mengakibatnya menurunnya jumlah lowongan kerja yang tersedia. Jadi, generasi muda di sini akan mengalami kesulitan di dalam mencari pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka. Namun demikian, diakui Ima, bahwa sejatinya generao muda masih memiliki nharapan yang tinggi terkait dengan jenis pekerjaan atau gaji yang diingankan. Akan tetapi inilah justru yang kemudian menyulitkan mereka dalam menemukan pekerjaan yang sesuai dengan harapan.
“Tentu yang terakhir itu adalah ketidaksesuaian terkait dengan keterampilan, sehingga ada kesenjangan keterampilan yang dimiliki oleh para lulusan ini dengan yang dibutuhkan oleh pasar kerja. Dan kurangnya keterampilan kita bisa melihat tidak sesuai dengan kebutuhan industri itu sendiri,” pungkasnya.
“Tentu yang terakhir itu adalah ketidaksesuaian terkait dengan keterampilan, sehingga ada kesenjangan keterampilan yang dimiliki oleh para lulusan ini dengan yang dibutuhkan oleh pasar kerja. Dan kurangnya keterampilan kita bisa melihat tidak sesuai dengan kebutuhan industri itu sendiri,” pungkasnya.
JAKARTA || Badan Pusat Statistik ( BPS ) melaporkan jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,86 juta orang pada Agustus 2023. Pengangguran terbanyak didominasi oleh lulusan SMK dibandingkan tamatan jenjang pendidikan lainnya.
Merespons data ini, pengamat kebijakan publik Univesitas Indonesia, Ima Mayasari, mengakui bahwa generasi muda belakangan memang mengalami kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan. Ia pun membeberkan beberapa faktor yang menyebabkan situasi itu terjadi. Pertama, adanya persaingan yang ketat lantaran pasar kerja saat ini sangat kompetitif. Sebab, jumlah pencari kerja melebihi jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia. “Sehingga kemudian generasi muda harus bersaing dengan kandidat lain yang memiliki kualifikasi yang sama atau kemudian yang lebih baik,” dalam acara Market Review hari ini, Selasa (7/11/2023). Kedua, kurangnya pengalaman kerja. Menurutnya, saat ini banyak perusahaan membutuhkan kandidat yang tentunya memiliki pengalaman kerja. Sementara bagi generasi muda yang baru lulus dari perguruan tinggi tentu belum memiliki pengalaman kerja yang signifikan, sehingga inilah yang kemudian menjadi sebuah hambatan para generasi muda dalam mendapatkan pekerjaan. “Lalu juga kita ketahui sendiri bahwa terjadi perubahan teknologi dan perubahan yang cepat di dalam teknologi juga dapat memengaruhi cara perusahaan merekrut karyawan,” terangnya. Oleh karena itu menurutnya, generasi muda perlu terus mengikuti perkembangan atau tren teknologi yang akan tetap relevan di pasar kerja yang semakin berubah. Faktor selanjutnya yaitu kondisi ekonomi yang tidak stabil. Itulah yang kemudian mengakibatnya menurunnya jumlah lowongan kerja yang tersedia. Jadi, generasi muda di sini akan mengalami kesulitan di dalam mencari pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka. Namun demikian, diakui Ima, bahwa sejatinya generao muda masih memiliki nharapan yang tinggi terkait dengan jenis pekerjaan atau gaji yang diingankan. Akan tetapi inilah justru yang kemudian menyulitkan mereka dalam menemukan pekerjaan yang sesuai dengan harapan.
“Tentu yang terakhir itu adalah ketidaksesuaian terkait dengan keterampilan, sehingga ada kesenjangan keterampilan yang dimiliki oleh para lulusan ini dengan yang dibutuhkan oleh pasar kerja. Dan kurangnya keterampilan kita bisa melihat tidak sesuai dengan kebutuhan industri itu sendiri,” pungkasnya.
“Tentu yang terakhir itu adalah ketidaksesuaian terkait dengan keterampilan, sehingga ada kesenjangan keterampilan yang dimiliki oleh para lulusan ini dengan yang dibutuhkan oleh pasar kerja. Dan kurangnya keterampilan kita bisa melihat tidak sesuai dengan kebutuhan industri itu sendiri,” pungkasnya.
JAKARTA || Badan Pusat Statistik ( BPS ) melaporkan jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,86 juta orang pada Agustus 2023. Pengangguran terbanyak didominasi oleh lulusan SMK dibandingkan tamatan jenjang pendidikan lainnya.
Merespons data ini, pengamat kebijakan publik Univesitas Indonesia, Ima Mayasari, mengakui bahwa generasi muda belakangan memang mengalami kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan. Ia pun membeberkan beberapa faktor yang menyebabkan situasi itu terjadi. Pertama, adanya persaingan yang ketat lantaran pasar kerja saat ini sangat kompetitif. Sebab, jumlah pencari kerja melebihi jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia. “Sehingga kemudian generasi muda harus bersaing dengan kandidat lain yang memiliki kualifikasi yang sama atau kemudian yang lebih baik,” dalam acara Market Review hari ini, Selasa (7/11/2023). Kedua, kurangnya pengalaman kerja. Menurutnya, saat ini banyak perusahaan membutuhkan kandidat yang tentunya memiliki pengalaman kerja. Sementara bagi generasi muda yang baru lulus dari perguruan tinggi tentu belum memiliki pengalaman kerja yang signifikan, sehingga inilah yang kemudian menjadi sebuah hambatan para generasi muda dalam mendapatkan pekerjaan. “Lalu juga kita ketahui sendiri bahwa terjadi perubahan teknologi dan perubahan yang cepat di dalam teknologi juga dapat memengaruhi cara perusahaan merekrut karyawan,” terangnya. Oleh karena itu menurutnya, generasi muda perlu terus mengikuti perkembangan atau tren teknologi yang akan tetap relevan di pasar kerja yang semakin berubah. Faktor selanjutnya yaitu kondisi ekonomi yang tidak stabil. Itulah yang kemudian mengakibatnya menurunnya jumlah lowongan kerja yang tersedia. Jadi, generasi muda di sini akan mengalami kesulitan di dalam mencari pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka. Namun demikian, diakui Ima, bahwa sejatinya generao muda masih memiliki nharapan yang tinggi terkait dengan jenis pekerjaan atau gaji yang diingankan. Akan tetapi inilah justru yang kemudian menyulitkan mereka dalam menemukan pekerjaan yang sesuai dengan harapan.
“Tentu yang terakhir itu adalah ketidaksesuaian terkait dengan keterampilan, sehingga ada kesenjangan keterampilan yang dimiliki oleh para lulusan ini dengan yang dibutuhkan oleh pasar kerja. Dan kurangnya keterampilan kita bisa melihat tidak sesuai dengan kebutuhan industri itu sendiri,” pungkasnya.
“Tentu yang terakhir itu adalah ketidaksesuaian terkait dengan keterampilan, sehingga ada kesenjangan keterampilan yang dimiliki oleh para lulusan ini dengan yang dibutuhkan oleh pasar kerja. Dan kurangnya keterampilan kita bisa melihat tidak sesuai dengan kebutuhan industri itu sendiri,” pungkasnya.