Bogor, Satunews.id – Jum’at, 18 Juli 2025. Pembangunan Bendungan Cijuray yang dikerjakan oleh pihak kontraktor atas nama Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung-Cisadane menuai keluhan dari warga. Warga Desa Bendungan dan sekitarnya menilai bahwa aktivitas proyek tersebut telah merusak jalan desa yang menjadi akses utama masyarakat dalam beraktivitas.
Kerusakan parah diakibatkan oleh lalu-lalang truk dan alat berat milik kontraktor proyek. Hingga kini, janji perbaikan jalan dari pihak pengelola proyek maupun instansi terkait belum juga terealisasi secara konkret.

“Sudah beberapa kali kami bersihkan, tapi debu terus beterbangan saat musim panas. Saat hujan, tanah merah berubah jadi lumpur yang lengket di kendaraan dan sandal, menyebabkan lingkungan Masjid sangat kotor. Kami bahkan harus menyapu bersih jalan sebelum ke masjid,” ujar warga yang kecewa.
Warga mengaku sudah melakukan pertemuan resmi dengan pihak BBWS dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), namun hasilnya nihil. Mereka hanya mendapat janji-janji tanpa bukti nyata perbaikan.

Bahkan, dalam pertemuan lanjutan yang melibatkan pihak Kecamatan Jonggol, Kapolsek, Danramil, dan perwakilan PPK serta BBWS, tidak ada titik terang. Pihak PPK dalam hal ini Willy Raharjo menyatakan bahwa jalan yang rusak merupakan kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor melalui Dinas PUPR, karena statusnya adalah jalan kabupaten.
“Itu kan kewenangan Pemda, dalam hal ini Dinas PUPR, karena itu jalan kabupaten,” kata Willy.

Saling lempar tanggung jawab antara pihak BBWS, PPK, dan Pemda ini membuat masyarakat geram. Warga menilai ini adalah bentuk pembiaran yang terstruktur, agar warga lelah menyuarakan haknya.
Masyarakat dari empat desa di dua kecamatan mendesak agar Bupati Bogor dan Kepala Dinas PUPR segera mengambil tindakan tegas. Warga menuntut hak mereka untuk mendapatkan akses jalan yang layak dan tidak tercemar dampak proyek negara.
Menanggapi Polemik ini Derij Selaku Wakil Pemimpin Redaksi Media Nasional Satunews.id menyoroti pentingnya respown cepat dari pihak terkait.
“Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan atas UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Pasal 1 Ayat (5), Jalan kabupaten adalah jalan yang menghubungkan pusat kecamatan dengan pusat kabupaten dan/atau antar pusat kecamatan dalam satu kabupaten. Pasal 15 Ayat (2), Pemerintah kabupaten bertanggung jawab atas penyelenggaraan jalan kabupaten”.
“UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 22, Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal (Analisis Dampak Lingkungan), termasuk upaya pengelolaan dampak terhadap sosial dan infrastruktur warga sekitar”.
“Peraturan Menteri PUPR Nomor 21/PRT/M/2018 tentang Pedoman Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan, Setiap pelaksanaan proyek infrastruktur harus memperhatikan dan meminimalkan dampak terhadap sosial kemasyarakatan, termasuk kerusakan akses jalan warga”.
Warga tidak butuh janji, tapi bukti. Pemerintah daerah diharapkan hadir menyelesaikan masalah secara profesional, bukan justru bersembunyi di balik kewenangan.
(Aminah/Red)




 
  
					








 
						 
						 
						 
						 
						 
						 
						
















