Satunews.id, Bandung – Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PII) Jawa Barat menyatakan keprihatinannya atas rencana pelaksanaan eksekusi pengosongan yang dijadwalkan oleh Pengadilan Negeri Bale Bandung (Surat No. 2953/PAN.W11.U.10/HK2.4/III/2025) terhadap ahli waris (Alm.) A. Ahmad alias Apud Kurdi (Yayasan Bina Muda), yang selama ini menetap dan mengelola lahan secara sah di wilayah Cicalengka, Kabupaten Bandung, Sabtu (12/04-2025)
Eksekusi tersebut rencananya akan dilakukan pada Selasa, 15 April 2025 pukul 09.00 WIB, dengan tindakan pengosongan secara paksa apabila objek perkara tidak diserahkan lebih awal oleh pihak termohon. Proses ini merujuk pada perkara yang telah diputus di berbagai tingkat peradilan.
Meski begitu, pihak termohon telah mengajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung yang telah ditolak melalui putusan Nomor: 312 PK/Pdt/2023. Namun demikian, aspek substansi hukum dalam perkara ini masih menyisakan sejumlah persoalan mendasar yang patut dipertimbangkan.
“Kami di PII menilai bahwa pelaksanaan eksekusi dalam kondisi hukum yang belum final secara substansi berisiko menimbulkan ketidakadilan baru dan potensi pelanggaran terhadap hak-hak warga negara,” ujar Agung, Ketua I Bidang Kaderisasi PW PII Jawa Barat.
PII juga menyoroti bahwa sengketa ini menyentuh dimensi kemanusiaan, sosial, dan historis, yang tidak bisa diselesaikan semata-mata melalui pendekatan yuridis formal. Oleh karena itu, PII mendesak Pengadilan Negeri Bale Bandung dan pihak-pihak terkait untuk mempertimbangkan penundaan pelaksanaan eksekusi, sembari membuka ruang mediasi dan solusi kemanusiaan yang lebih adil.
“Prinsip keadilan tidak hanya berbicara tentang siapa yang menang secara hukum, tetapi juga tentang bagaimana hukum mampu memberikan perlindungan bagi semua pihak secara adil dan manusiawi,” lanjutnya.
Sebagai organisasi pelajar yang menjunjung tinggi nilai keadilan, PII menyatakan kesiapan untuk memberikan dukungan hukum dan advokasi kepada warga yang terdampak. Langkah ini dilakukan agar masyarakat tidak menjadi korban dari proses hukum yang tergesa-gesa dan mengabaikan prinsip keadilan substantif. (**)