Bandung – PT PLN (Persero) telah bersepakat menjalin kerja sama pendanaan sebesar USD380 juta dari USD610 juta untuk mendukung pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Upper Cisokan.
Korlap Aliansi Masyarakat Jawa Barat, Agus Satria dalam aksinya pada hari Jumat, 15 September 2023 melakukan aksi daiam untuk menagih kewajiban PLN terhadap kewajiban kehutanan di sela kegiatan Forum Group Discussion (FGD) tentang Biodiversity Management Plan PLTA Upper Cisokan Pumped Storage (UCPS) 1040 MW di Hotel Malaka Kota Bandung.
PLTA dengan total kapasitas 1.040 Megawatt (MW) tersebut berada di perbatasan Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Komitmen pendanaan ini ditandai dengan penandatanganan Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman (NPPP) yang diselenggarakan di Auditorium PLN Kantor Pusat, antara PLN dengan Kementerian Keuangan melalui skema perjanjian penerusan pinjaman atau Subsidiary Loan Agreement (SLA) pada Senin, 14 Maret 2022.
Namun ironisnya, terkait dengan progres pembangunan PLTA tersebut, PT PLN belum menuntaskan kewajiabnnya yang cukup mendasar, yakni dalam hal Pemenuhan Kewajiabn atas komitmen Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Pada tanggal 1 Desember 2021, KLHK melalui surat resminya yang bernomor S.1027/PKTL-REN/PPKH/PLA.0/12/2021, telah memberikan tanggapan atas surat permohonan perpanjangan waktu pemenuhan komitmen atau kewajiban IPPKH/Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan tersebut kepada PT PLN.
Surat tanggapan tersebut ditandatangani langsung oleh Dirjen, Direktur Rencana, Penggunaan, dan Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan KLHK, Roosi Tjandrakirana.
Adapun dalam surat tanggapan tersebut dijelaskan bahwa PT PLN memohon perpanjangan waktu pemenuhan komitmen penyerahan lahan kompensasi terhadap tiga IPPKH, yang di antaranya adalah IPPKH untuk mega proyek Pembangunan PLTA Upper Cisokan.
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal nomor 63/1/IPPKH/PMDN/2016 tanggal 19 September 2016, lahan yang digunakan untuk mega proyek PLTA Upper Cisokan seluas 409 Ha dengan jangka waktu 20 tahun.
PT PLN belum menyediakan kekurangan lahan kompensasi seluas 665,727 Ha, di mana pada saat itu masih dilakukan proses clean & clear calon laan kompensasi seluas 532,7209 Ha.
“Dan sisanya seluas 133,006 Ha belum mendapatkan lahan,” demikian isi surat tersebut.
Terkait hal itu, pemerintah sudah membuat sejumlah regulasi terkait penggunaan kawasan hutan, yang tertuang dalam PP No. 24/2010 jo PP 61/2012 jo PP 105/2015 tentang Penggunaan Kawasan Hutan; Permen LHK 27/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan; PP 23 Tahun 2021 tentang penyelengaraan Kehutanan; dan Permen LHK 7 Tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, Serta Penggunaan Kawasan Hutan.
“Kami Hanya meminta hutan ganti hutan, itu saja, Jelas dalam surat KLHK Desember 2021, menolak perpanjangan PLN dan melarang berkegiatan di Area IPPKH Cisokan, namum PLN seakan mengabaikan surat tersebut” ujar Agus kepada Media Tataruang.
Pengemplangan ini, kata dia, banyak dilakukan oleh perusahaan, baik BUMN maupun swasta, bahkan perusahaan-perusahaan yang telah melenggang di bursa saham Bursa Efek Indonesia (BEI).
“Untuk mengawal pengemplangan dan pengabaian ini kami akan membuat aduan kepada pihak Kejaksaan,” tegas Agus.
Adapun seusai kegiatan tersebut, Salman, perwakilan dari PT PLN (Persero) mengatakan, pihaknya sedang dan akan berkoordinasi lebih lanjut dan meminta arahan KLHK terkait PP 7 Tahun 2021 yang sudah mendapatkan arahan dari KLHK.
Sementara mengenai Undang-undang Cipta Kerja (UUCK) dan turunannya, asas non retroaktif hukum tidak berlaku mundur sesuai arahan KLHK.
Arahan tersebut disampaikan oleh Menteri LHK, Siti Nurbaya dalam agenda rapat dengan Komisi IV DPR RI beberapa waktu lalu.
(Red)**