*Oleh : Idat Mustari****
Satunews.id — Tanpa kita sadari dan mungkin terlupakan, bahwa keberadaan diri kita sekarang tak lepas dari banyak orang yang terlibat. Begitupun dengan apa yang kita makan, pakaian yang kita kenakan, dan lainnya,tak lepas dari jasa orang lain. Siapapun orang yang sekarang meraih gelar S-1 hingga S-3, tak ujug-ujug, pasti melewati jenjang pendidikan sebelumnya, SD hingga SMA/SMK. Waktu semasa SD (Sekolah Dasar), kita didik oleh guru-guru. Kita belajar mengenal hurup, membaca dan berhitung, boleh jadi tak ingat lagi guru-guru saat itu. Begitupun guru di SMP, atau di SMA sudah banyak yang terlupakan.
Pakaian yang menutup tubuh kita. banyak sekali orang yang terlibat dalam pembuatan pakaian yang kita kenakan, mulai dari proses hulu hingga hilir. Keterlibatan ini mencakup berbagai profesi di seluruh rantai pasok, dari bahan mentah hingga produk jadi. Ada petani yang menanam bahan baku alami. Ada buruh pabrik yang bekerja memproses kapas jadi benang. Ada juga buruh pabrik, yang merubah benang jadi kain. Ada pekerja yang mewarnai kain. Ada orang yang mendesain kain jadi pakaian. Ada Penjahit memotong kain sesuai pola dan menjahitnya hingga menjadi pakaian jadi. Di pabrik garmen, proses ini dilakukan oleh ribuan operator mesin jahit. Ada sopir truk yang memindahkan dari pabrik ke toko. Ada pelayan toko, ada kasir. Ini dari pakaian saja. Artinya setiap potong pakaian yang kita pakai adalah hasil kerja keras dari sebuah ekosistem yang melibatkan ribuan, bahkan jutaan, orang di berbagai belahan dunia.
Termasuk makanan yang kita makan, dan atau kesuksesan dalam pekerjaan, termasuk karir politik, jika kita renungkan bahwa di dalamnya banyak orang yang terlibat dan berjasa. Namun tanpa kita sadari sering kita lupakan mereka yang berjasa itu.
Seorang muslim yang baik, tentu tidak boleh melupakan kebaikan orang lain, tapi kebaikan kita ke orang lain, harus belajar melupakannya, terlebih-lebih merasa menyesal telah berbuat baik kepada orang lain, karena tidak dibalas dengan ucapan terimakasih ataupun pujian.
Siapapun yang berbuat kebaikan dengan tulus, maka Allah yang akan berterimaksih kepadanya. Pujian dan ucapan terimakasih dari manusia hanyalah bagian dari kesenangan dunia.
Ketika terjadi perang Badar dan kaum muslimin menang, saat itu berhasil menawan 70 pembesar kafir Quraisy di kota Madinah, kemudian Rasulullah saw ingat akan kebaikan seorang kafir Quraisy yang bernama Mut’im bin ‘Adiy yang pernah menolong Nabi saw dan keluarga-keluarga beliau dari embargo di Makkah. Namun Mut’im bin ‘Adiy telah meninggal, apa yang disabdakan beliau :
لَوْ كَانَ الْمُطْعِمُ بْنُ عَدِيٍّ حَيًّا ثُمَّ كَلَّمَنِي فِي هَؤُلَاءِ النَّتْنَى لَتَرَكْتُهُمْ لَهُ
“Andai saja Mut’im bin ‘Adiy masih hidup, lalu ia berbicara sesuatu (memberikan kebijakan) tentang orang-orang jahat (musuh-musuh Allah) ini untuk mengampuni atau mengasihani mereka, maka akan aku bebaskan mereka untuknya.” (HR. Bukhari)
Kisah ini mengingatkan kita untuk bisa membalas kebaikan orang lain, bahkan pada orang kafir sekalipun. Kata Habib Ali Al Jufri berkata “Jika tanganmu pendek untuk membalas kebaikan seseorang maka panjangkanlah lisanmu untuk mendoakannya.”
Wallahu’alam
Semoga bermanfaat
** Penulis Hanyalah Al Faqir






























