DEDI MULYADI LAKUKAN ABUSE OF POWER
Oleh : Aktifis Hukum Jawa Barat: Fidelis Giawa , SH.
Kota Bandung, Sesaat setelah Kang Dedi Mulyadi (KDM) dilantik sebagai Gubernur, mengambil langkah tegas dengan memecat Kepala SMA 6 Depok karena sekolah tersebut tetap menjalankan kegiatan Studi Tour padahal telah dihimbau melalui surat edaran Sekretaris Daerah untuk ditunda.
Tindakan KDM selaku Gubernur ini bisa jadi sah menurut sudut pandang ilmu pemerintahan, tapi bisa jadi juga tak sah dari sudut pandang kepegawaian karena tidak didahului dengan peringatan atau klarifikasi atau mekanisme prosedur lainnya.
Saya tidak membahas hal ini dari sudut pandang legal formal melainkan dari sudut pandang moral kekuasaan. Pemecatan Kepala SMA 6 Depok tersebut dapat dipandang sebagai moral abuse, sebagai kesewenangan.
KDM sering dipanggil oleh rakyat yang bersimpati padanya sebagai Bapa Aing. Di sisi lain, KDM selalu mengedepankan adab dan budaya sunda sebagai spirit kepemimpinannya. Maka pertanyaan selanjutnya adalah, apakah tindakan KDM memecat seorang Kepala Sekolah hanya beberapa saat setelah dirinya dilantik, telah mencerminkan sikap seorang Bapak dan mencerminkan spirit sunda yang silih asih, silih asah dan silih asuh??? Jika saya yang diminta menilai maka saya akan terus terang mengatakan bahwa tidak ada spirit kebapakan dan spirit kesundaan dalam tindakan KDM tersebut.
Tindakan KDM tersebut lebih mencerminkan sikap kaisar otoriter jaman kegelapan yang mengeksekusi pelanggaran dan pembangkangan di hadapan publik, yang dalam konteks hari ini tidak dilakukan di di lapangan terbuka melainkan di media sosial yang jangkauan pertontonannya lebih luas dan massif. Bagi si terhukum atau penerima sanksi, pemberian sanksi ini adalah pameran penjatuhan martabat di hadapan publik, bukan sekedar penerimaan konsekuensi pertanggungjawaban. Dimana sikap kebapakab dan spirit silih asih, silih asah dan silih asuh kalau cara penjatuhan sanksi nya seperti ini??
Publik memang sangat mudah teriring untuk mendukung keterbukaan, termasuk dalam cara KDM membongkar tradisi jahat dan maling yang telah jadi penyakit kronis di tubuh birokrasi pemerintahan kita. Publik terhipnosis dengan langkah terbuka KDM mengevaluasi skema penganggaran yang mubazir seperti anggaran ganti kabel dan bohlam di mata anggaran Disdik Prov Jabar. Namun dibalik euphoria dukungan publik itu jangan sampai mendistorsi semangat kerja dan pengabdian. Gerakan KDM bukan menyuntikkan spirit pembaharu birokrasi yang bersih malah menghasilkan personel birokrat yang cari aman malas berinovasi dan enggan mengambil keputusan karena khawatir dipermalukan di depan publik.
KDM mesti mencoba merefleksi gaya populis Ganjar Pranowo saat jadi Gubernur Jateng periode pertama dimana dia membuat konten video saat melakukan sidak tertutup di jembatan timbang. Publik memberi dukungan tapi di balik layar, para birokrat ASN melakukan boikot diam diam sehingga ganjar mengubah style kepemimpinannya. Publik tak ada yang bertanya kenapa Ganjar Pranowo pada periode kedua sebagai gubernur Jateng tak mengekspos vulgar upaya kontrol dan pemberian sanksi kepada aparatur birokrat Pemprov Jateng. Dari informasi yang saya dengar adalah bahwa gaya atau style ganjar yang men-judge anak buah di depan publik (melalui konten) tak berkenan di hati para birokrat dan tentunya senafas dengan kultur masyarakat Jawa Tengah.
Nah, penjatuhan sanksi yang cepat dan keras kepada Kepala SMA Negeri 6 Depok, tak menutup kemungkinan menjadi kontra produktif dari niat KDM untuk ‘merevolusi’ mental birokrat, karena tidak cara yang terlalu menggebu dan lepas dari spirit kultur sunda silih asih, silih asah silih asuh.
Apa yg dilakukan adalah tindakan pemerintahan yang mungkin saja sah atau legal, tetapi tindakan tersebut telah cacat secara moral. Tindakan pemberian sanksi tersebut lebih terlihat sebagai pamer kekuasaan dari pada pemberian efek jera.
Sebelum terlambat dan bergulir menjadi gerakan pembangkangan birokrat, ada baiknya KDM melakukan refleksi dan mengurangi pamer tindakan pemerintahannya melalui medaos. Keterbukaan itu penting tapi tak semua hal harus dipamer dan dilakukan secara terbuka, sama halnya bahwa setiap suami istri pasti melakukan dan pantas melakukan persetubuhan tapi kan tak perlu diceritakan kepada publik bahwa persetubuhan itu telah dilakukan.
Demikian, semoga tulisan ini berkenan di hati KDM
Sumber:
Aktifis Hukum Jawa Barat: Fidelis Giawa , SH.