Jakarta-// Kontroversi dan dugaan pelanggaran kode etik yang tidak ditangani secara optimal menjadi penyebab masih tingginya ketidakpuasan publik kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, bukan hanya itu, publik juga menyoroti kinerja KPK dalam hal menerima pengaduan Masyarakat mengenai adanya dugaan tindak pidana Korupsi, kesan tebang pilih kasus, dan bahkan adanya dugaan politisasi pengungkapan kasus semakin mengemuka tatkala KPK tidak serius menangani suatu perkara, demikian disampaikan Darul Mucklis juru bicara Aliansi Gerakan Rakyat Anti Korupsi (AGRAK) kepada awak media, Kamis, (3/8/2023) di Jakarta.
“Tidak hanya nampak kurang optimal dalam penanganan kasus, tapi juga tidak serius merespon pengaduan dari Masyarakat, padahal menerima dan menindaklanjuti pengaduan Masyarakat secara cepat, cermat dan tepat itu bagian dari kode etik anggota, pejabat dan juga karyawan KPK.”ungkap Darul Mucklis.
Padahal KPK itu, lanjut Darul, dilahirkan sebagai suatu Lembaga anti rasuah di negeri ini, yang di bekali oleh tidak hanya Undang-undang, melainkan juga kode etik yang tertuang di dalam Peraturan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi, yang sudah semestinya tidak boleh diabaikan, dan harus di laksanakan secara konsekuen, konsisten dan disiplin.
Namun realitasnya, terkesan ada sinyalemen diabaikan dengan berbagai alasan, dengan berbagai argumentasi serta dengan berbagai dalili, yang diduga untuk menutup-nutupi suatu kepentingan terselubung, entah itu kepentingan personal atau bahkan adanya kepentingan dari pihak-pihak yang diduga memanfaatkan KPK agar terselamatkan dari terbongkarnya tindak pidana korupsi yang dilakukannya.
“Sinyalemen itu terlihat, ketika kami melaporkan seseorang berinisial DIP (Donny Imam Priambodo) terduga terlibat dalam kasus gratifikasi proyek Bakamla 2016 silam, yang jelas-jelas ada kesaksian dari terdakwa kasus tersebut, yakni Fahmi Darmawansyah Direktur PT Merial Esam, tapi sampai sekarang KPK tidak menyentuh yang bersangkutan, ini aneh, dan kami juga sudah melaporkannya ke Dewas KPK, tapi juga nggak ada tindak lanjutnya dan tidak ada sanksi apapun dari Dewas KPK ke pejabat yang berwenang menanganinya.”tukas Darul.
Tidak hanya itu, sambung Darul, pihaknya juga mengadukan ke KPK mengenai keberadaan DIP terkait dengan dugaan keterlibatannya pada kasus korupsi pengadaan tower BTS Kemenkominfo yang merugikan negara sebesar Rp10 Trilyun, tapi tidak ada tanggapan dan tindak lanjut KPK untuk memanggil maupun memeriksa yang bersangkutan, bahkan terkesan didiamkan, dengan sikap tersebut, maka pihaknya menilai sikap tersebut, diduga melanggar kode etik, dan hal tersebut pun telah dilaporkan ke Dewas KPK, tapi, lagi-lagi Dewas KPK juga tidak bergeming untuk menindaklanjuti pengaduan mereka,
“Kami jadi bingung, sebenarnya KPK ini Lembaga anti rasuah atau bukan, karena tidak segera menindaklanjuti pengaduan Masyarakat, dan juga tidak segera merespon adanya tindakan pelanggaran kode etik, karena itu hari ini kami bersurat Ke Komisi III DPR RI, agar segera melakukan investigasi secara menyeluruh terhadap kinerja KPK, dengan membentuk Pansus tentang KPK.”pungkas Darul Mucklis.
kontr.
Dame