Kota Bandung, Satunews.id – Ketika pengolahan sampah ditempatkan di lokasi yang tidak tepat, apalagi di kawasan hutan kota, dampak lingkungannya akan terasa luas. Bau busuk menyengat pun tak terhindarkan. Kondisi inilah yang kini terjadi di cekungan Hutan Kota Babakan Siliwangi (Baksil), Kelurahan Lebak Siliwangi, Kecamatan Coblong, Kota Bandung.
Sebagai bentuk protes, komunitas seniman Babakan Siliwangi menggelar upacara pengibaran bendera dalam rangka HUT RI ke-80 tepat di depan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) kawasan tersebut, Minggu (17/8/2025).
Upacara dipimpin seniman Tisna Sanjaya berlangsung khidmat dan sakral meski dilingkupi aroma menyengat dari sampah yang telah menumpuk sejak TPST beroperasi pada 16 Juni 2024.
Usai menyanyikan lagu Indonesia Raya, pensiunan dosen Jurusan Seni Rupa ITB itu memindahkan sebuah kanvas berukuran 50×50 cm ke dekat lumpur area upacara, lalu menggunakan lumpur tersebut untuk menuliskan kata “MERDEKA”.
Dalam wejangannya, Tisna Sanjaya menegaskan pentingnya menjaga kelestarian Babakan Siliwangi.
“Kita merayakan kemerdekaan dengan sukacita dan beragam ekspresi. Sanggar Olah Seni (SOS) Babakan Siliwangi harus menjadi ajang untuk tindakan positif, bukan tempat pembuangan sampah,” tandas seniman yang meraih gelar doktor di Jerman itu sembari meneriakkan “Merdeka!”.
Ia menekankan, Babakan Siliwangi adalah hutan kota yang memiliki nilai sejarah dan spiritual, sehingga tidak layak dijadikan lokasi pembuangan sampah.
“Penjajahan dalam bentuk apapun yang merusak perilaku dan kehidupan lingkungan harus kita tolak. Hutan karuhun ini sudah ditetapkan sebagai hutan kota dunia. Fungsi dan marwahnya harus dikembalikan,” ujarnya.
Pria berusia 67 tahun itu juga mengingatkan janji Wali Kota Bandung, Kang Farhan, yang meminta waktu satu tahun untuk memindahkan TPST Babakan Siliwangi ke wilayah selatan.
“Saya minta Kang Farhan dan Kang Dedi Mulyadi sebagai gubernur untuk segera mengembalikan fungsi hutan kota ini. Kalau dibiarkan, malu kota Bandung sebagai Kota Asia Afrika,” tegasnya.
Acara yang dihadiri lebih dari seratus partisipan itu ditutup dengan aksi melukis bersama di depan tumpukan sampah, menjadikannya simbol perlawanan budaya terhadap krisis lingkungan di jantung kota Bandung.
(red)