Lebong, Satunews.id – Tanggal 24 Juli 2025, tim redaksi Satunews.id mendatangi Kantor Camat Lebong Tengah untuk meminta konfirmasi atas surat pengaduan yang dilayangkan sejak 14 Juli 2025, terkait dugaan penyimpangan proyek pembangunan saluran irigasi di salah satu desa di wilayah tersebut.
Dalam kunjungan itu, Plt. Camat Lebong Tengah yang baru menjabat pasca mutasi pejabat sebelumnya menyampaikan permohonan maaf karena belum bisa memberikan jawaban memadai.
“Kami memiliki tim yang menangani hal ini, namun banyak yang sedang bertugas ke Bengkulu. Jadi saya belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut,” ujarnya.
Saat ditanya kapan tanggapan resmi akan diberikan, Camat hanya menjawab singkat:
“Kami akan coba koordinasikan dulu. Karena banyak yang tidak hadir hari ini, rasanya belum bisa menjawab sekarang.”
Ketika tim media mempertanyakan dugaan perubahan spesifikasi teknis proyek, yakni penambahan tebal lantai dan tinggi pondasi sebesar 10 cm, Plt. Camat mengaku tidak mengetahui hal tersebut.
“Kami belum tahu soal itu,” tuturnya.
Namun yang mengejutkan, dalam pertemuan itu Pendamping Kecamatan yang hadir justru memberikan pernyataan kontroversial:
“Kadang ada ketidaksesuaian antara pelaksanaan dan perencanaan. Tetapi nanti akan dilakukan perhitungan volume untuk memastikan bahwa volume yang dikerjakan tetap sesuai dengan total anggaran yang direncanakan.”
Pernyataan tersebut dinilai menyesatkan dan bertentangan dengan Peraturan Menteri Desa PDTT No. 18 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Pendampingan Masyarakat Desa, serta Kode Etik Tenaga Pendamping Profesional. Dalam aturan itu, pendamping tidak boleh mentoleransi atau membenarkan penyimpangan teknis tanpa dokumen resmi.
Selain itu, Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, serta Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, menegaskan bahwa setiap perubahan teknis harus melalui mekanisme perubahan RAB dan dokumen resmi (addendum), serta mendapatkan persetujuan dari DPMD, Inspektorat, atau PPK. Jika tidak, maka itu tergolong pelanggaran administratif yang dapat berujung pidana.
Pendamping Kecamatan, sebagaimana diatur dalam:
Permendagri No. 130 Tahun 2018 tentang Kegiatan Pembangunan Sarana dan Prasarana Kelurahan dan Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan;
Dan juga merujuk peran dalam Permendagri No. 73 Tahun 2020 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah oleh Camat; memiliki tanggung jawab aktif dalam memantau dan melaporkan segala bentuk ketidaksesuaian pelaksanaan kegiatan yang terjadi di wilayah dampingannya.
Jika mengetahui adanya ketidaksesuaian, Pendamping Kecamatan wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Desa, Camat, DPMD, atau instansi terkait, bukan malah menyampaikan pernyataan normatif yang terkesan membenarkan pelanggaran teknis.
Sementara itu, mantan Camat Lebong Tengah, Tomsil, menyatakan dirinya tidak lagi bertanggung jawab sejak 1 Juli 2025.
“SK saya sudah dicabut. Jadi, bila ada masalah setelah tanggal itu, mohon maaf, saya tidak lagi bertanggung jawab,” ujarnya.
Namun, berdasarkan Permendagri No. 73 Tahun 2020, camat tetap bertanggung jawab administratif atas kegiatan yang berlangsung selama masa jabatannya, termasuk proyek yang didanai APBD maupun APBN.
Proyek pembangunan saluran irigasi senilai Rp105.060.000 ini diduga mengandung praktik mark-up anggaran. Narasumber yang enggan disebutkan namanya, menyebut estimasi biaya per meter kubik proyek tersebut, yakni sekitar Rp1 juta kurang lebih, dan ada penggunaan material lokal yang tidak memenuhi standar mutu konstruksi.
Temuan lapangan juga mengindikasikan bagian pondasi bawah diduga tidak menggunakan campuran semen sesuai standar teknis, yang mengancam ketahanan bangunan jangka panjang.
Jika dugaan ini terbukti, maka para pihak terkait dapat dijerat pasal-pasal berikut:
1. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 2 ayat (1): Perbuatan memperkaya diri/orang lain yang merugikan keuangan negara (pidana 4–20 tahun).
Pasal 3: Penyalahgunaan wewenang karena jabatan (pidana hingga 20 tahun).
2. Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Pasal 27 s.d. 80: Setiap perubahan teknis wajib didukung dokumen legal berupa addendum dan persetujuan tertulis.
3. Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
Pasal 34: Pelaksanaan kegiatan harus sesuai RAB dan dilakukan pengawasan melekat oleh Camat dan Pendamping.
Agus Chepy Kurniadi, selaku Pembina Media Online Nasional Satunews.id, menyampaikan pernyataan tegas:
“Apa yang terjadi di proyek irigasi salah satu Desa di kecamatan Lebong Tengah ini bukan sekadar dugaan penyimpangan teknis, tetapi bentuk nyata dari budaya pembiaran dan lempar tanggung jawab!”
“Camat bilang tidak tahu, eks camat cuci tangan, dan Pendamping Kecamatan justru menyampaikan pernyataan yang membingungkan publik. Padahal tugasnya adalah mengawasi dan memastikan tidak ada penyimpangan,” tegasnya.
Menurut Agus, ini menyangkut uang rakyat, dan tidak boleh dianggap remeh. Jika benar terjadi mark-up dan pengabaian standar teknis, maka sistem pemerintahan desa sedang menuju kehancuran.
“Saya ingatkan, siapa pun yang menyalahgunakan jabatan atau lalai mengawasi kegiatan publik bisa dijerat pidana. Jangan jadikan jabatan sebagai tameng kebal hukum!”
Agus menegaskan bahwa Satunews.id akan terus mengawal temuan ini sampai aparat penegak hukum turun tangan untuk segera melakukan audit teknis dan investigasi terhadap proyek ini.
“Kami mengajak semua elemen masyarakat untuk aktif mengawasi setiap pembangunan. Membiarkan penyimpangan berarti mengkhianati masa depan desa,” pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak-pihak terkait atas surat konfirmasi tertanggal 26 Juli 2025 pukul 09.34 WIB.
(redaksi)