BANDUNG || sering kali menjadi kota yang estetikanya diromantisasi oleh masyarakat, terlebih di media sosial. Namun, satu hal yang kadang terlupakan adalah kemacetan yang memeluk Bandung dengan eratnya.
Setiap tahunnya, terdapat peningkatan yang signifikan pada jumlah kepemilikan kendaraan di kota Bandung. Kemudian, hal ini tidak didukung dengan lahan parkir kendaraan, memaksa pengendara memarkirkan kendaraan di ruang yang memungkinkan, tak terkecuali pinggiran badan jalan. Akibatnya kemacetan lalu lintas tak terhindarkan
Transportasi umum adalah salah satu solusi yang dapat ditempuh untuk mengurangi kemacetan. Menurut situs resmi Kementerian Perhubungan (Kemenhub), transportasi umum pernah menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia. Seiring perkembangan kesejahteraan, masyarakat masa kini lebih banyak yang memilih menggunakan kendaraan pribadi dalam mobilitas sehari-harinya.
Dengan transportasi umum yang ada saat ini, Raihan juga mengajak masyarakat Bandung untuk memanfaatkan sarana tersebut semaksimal mungkin. Harapannya, antusiasme masyarakat juga dapat mendorong pemerintah agar memberi perhatian lebih.
“Kepada pemerintah, tolong perhatikan lagi rakyatnya, dan pada masyarakat, ayo kita coba naik transportasi umum yang udah ada,” ajak Raihan.
Kota Bandung memiliki sejumlah transportasi umum. Namun, kualitas dan jangkauannya dinilai masih kurang untuk bisa menjadi pilihan utama masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Ketua Komunitas Transport for Bandung Raihan Aulia.
“Transportasi umum di Bandung bisa dibilang sangat kurang, tapi potensinya besar. Kita lihat sebenernya minat orang Bandung untuk bertransportasi umum itu gede. Jadi bukan karena orang Bandung males naik kendaraan umum, cuman tidak ada,” katanya pada agenda Hari Peringatan Korban Lalu Lintas di Universitas Padjadjaran kampus Jatinangor, Senin (20/11).
Hal ini dibuktikan dengan respons positif masyarakat pada pengadaan bus listrik untuk Trans Metro Pasundan (TMP) koridor 4 yang baru-baru ini mulai beroperasi. Penggunaan transportasi umum juga bisa dilihat di Alun-Alun Kota Bandung, di mana, tiga jenis transportasi umum dijadikan pilihan mobilitas masyarakat. Transportasi umum tersebut di antaranya Trans Metro Pasundan, Trans Metro Bandung, dan angkutan kota (angkot) pada umumnya.
Namun, jangkauan transportasi umum Kota Bandung masih belum cukup luas. Alasan paling umum masyarakat memilih menggunakan kendaraan pribadi adalah perjalanan langsung dari rumah ke tempat kerja atau sekolah. Menurut Raihan, pilihan masyarakat untuk memiliki kendaraan pribadi tidak dapat disalahkan. Ia menjelaskan bahwa minat masyarakat pada transportasi umum akan meningkat jika bisa mencapai tempat seperti sekolah, kantor, atau pemukiman penduduk.
“Cuma kita lihat ya, kalau seandainya transportasi umum itu memadai, dan coverage-nya menjangkau kantong-kantong rumah, sekolah, atau kantor seperti itu, pasti orang akan malas juga naik kendaraan pribadi. Kenapa saya harus beli bensin, beli mobil, beli kendaraan, ngerawat segala macem, kalau saya bisa ke halte saya bayar bus, saya naik bus, duduk, selesai. Jadinya kita nggak bisa menyalahkan orang untuk membeli kendaraan pribadi kalau kendaraan umumnya nggak ada,” jelasnya.
Sebagai pegiat transportasi umum, besar harapan Raihan agar Pemerintah Kota Bandung bisa memberikan perhatian lebih pada transportasi umum. Alih-alih memberikan anggaran besar pada prasarana lalu lintas, Raihan menyebutkan, ada baiknya sarana seperti pengadaan transportasi umum juga diperhatikan.
“Kami mencoba mengajak kembali pemerintah, stop car-oriented. Marilah kita memikirkan kembali soal transportasi umum. Cukup lah sudah banyak fly over yang dibangun. Tapi kendaraan transportasi umumnya masih gitu-gitu aja. Mungkin dengan membangun fly over tuh sebenarnya anggarannya bisa dipakai untuk yang lain. Untuk konversi angkot kah, atau menyediakan bus bus yang baru lah,” harapnya.