Cimahi, Satunews.id – Pemerintah Kota Cimahi terus memperkuat kesiapsiagaan masyarakat terhadap potensi bencana alam melalui pendidikan kebencanaan sejak dini. Sebagai wilayah yang berada di jalur aktif Sesar Lembang dan memiliki risiko tinggi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor, Cimahi berkomitmen menanamkan budaya sadar bencana di lingkungan pendidikan.

Melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Pemkot Cimahi kembali menggelar kegiatan Sekolah/Madrasah Aman Bencana (SMAB) selama dua hari, pada 11–12 November 2025, di SMPN 9 Cimahi dan SMPN 7 Cimahi.
Program ini bertujuan membangun budaya sadar bencana di sekolah serta memperkuat kemampuan warga sekolah dalam menghadapi risiko gempa bumi dan bencana lainnya.

Wakil Wali Kota Cimahi, Adhitia Yudisthira, menyampaikan bahwa edukasi kebencanaan harus menjadi bagian berkelanjutan dari proses belajar-mengajar. Ia juga menegaskan bahwa Pemkot Cimahi telah menugaskan BPBD untuk memperluas pelaksanaan program SMAB ke seluruh satuan pendidikan mulai tahun 2026.
“Edukasi dan latihan seperti ini sangat penting. Anak-anak perlu tahu apa yang harus dilakukan ketika bencana terjadi. Tahun depan, kami sudah minta BPBD agar program seperti ini digelar bergilir di semua sekolah,” ujar Adhitia.

Lebih lanjut, Adhitia menekankan pentingnya kesiapan dan kesadaran sebagai kunci utama dalam menghadapi bencana. Selain edukasi dan latihan, aspek teknis seperti tata bangunan yang aman dan tahan gempa juga menjadi perhatian pemerintah daerah.
“Yang paling utama adalah edukasi dan simulasi, lalu baru masuk ke aspek teknis seperti ketahanan bangunan. Ini penting agar fasilitas publik, termasuk sekolah, benar-benar siap saat bencana terjadi,” tegasnya.
Senada dengan itu, Kepala Pelaksana BPBD Kota Cimahi, Fithriandy Kurniawan, menuturkan bahwa sekolah merupakan salah satu tempat paling rentan saat bencana karena menampung banyak anak-anak. Oleh sebab itu, pendidikan kebencanaan perlu dijadikan bagian dari budaya sekolah.
“Program Sekolah Aman Bencana bukan sekadar kegiatan seremonial. Ini adalah langkah nyata agar seluruh warga sekolah, mulai dari guru hingga siswa, siap menghadapi situasi darurat. Edukasi kebencanaan harus menjadi budaya, bukan sekadar latihan tahunan,” ungkap Fithriandy.

Ia menambahkan, pelaksanaan SMAB berlandaskan pada tiga pilar utama satuan pendidikan aman bencana, yaitu:
Fasilitas sekolah yang aman dan tangguh bencana, Manajemen bencana di lingkungan sekolah, dan Pendidikan pengurangan risiko bencana (PRB).
Kegiatan SMAB meliputi pemaparan materi kebencanaan, praktik school watching untuk mengenali potensi bahaya di lingkungan sekolah, pembentukan tim siaga bencana, hingga simulasi evakuasi mandiri saat gempa bumi.
Dalam simulasi tersebut, siswa dan tenaga pendidik dilatih melakukan perlindungan diri, evakuasi menuju titik aman, hingga penanganan korban luka ringan dan berat.
Melalui kegiatan ini, diharapkan seluruh warga sekolah dan masyarakat Kota Cimahi dapat lebih siaga, tangguh, dan mandiri dalam menghadapi potensi bencana di masa mendatang.
“Kami ingin seluruh sekolah di Cimahi tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga pusat edukasi kesiapsiagaan bencana bagi masyarakat sekitar,” tutup Fithriandy.
(Tini)






























