Kota Bandung // Untuk memenuhi perlindungan dan hak penyandang disabilitas serta lansia, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung bersama Komunitas Dilans Indonesia masifkan inklusi di Kota Bandung. Kajian bersama ini dibahas di Artotel Braga, Sabtu 2 Desember 2023.
Pj Wali Kota Bandung, Bambang Tirtoyuliono menyampaikan, kebijakan ramah disabilitas di Kota Bandung telah diatur dalam Perda nomor 15 tahun 2019, Perwal nomor 120 tahun 2022, dan Perwal nomor 1439 tahun 2018.
“Pemkot Bandung terus berupaya untuk menciptakan Kota Bandung yang ramah bagi disabilitas dan lansia. Kota inklusi akan terus kita gaungkan agar hak dan perlindungan masyarakat disabilitas dan lansia bisa terus terpenuhi secara berkala,” ucap Bambang.
Selain itu, Pemkot Bandung juga memberikan aturan agar pendidikan inklusif menerima penyandang disabilitas maksimal 5 persen dari kuota penerimaan peserta didik baru (PPDB).
“Pun dengan pengadaan ASN. Rekrutmen diwajibkan dibuka minimal 2 persen formasi untuk disabilitas,” ujarnya.
Ia menambahkan, Pemkot Bandung juga berupaya untuk menyediakan fasilitas yang ramah lansia dan disabilitas pada ruang-ruang publik, salah satunya di RSUD Bandung Kiwari melalui layanan Laraspurwa.
“Termasuk di rumah ibadah dan trotoar secara berkala pun kita buat agar ramah disabilitas dan lansia,” lanjutnya.
Sementara itu, Presiden Dilans Indonesia, Farhan Helmy menuturkan, fasilitas yang telah dipenuhi selama ini bagi para disabilitas dan lansia bisa dinikmati serta dirayakan.
“Bukan hanya sekadar dirayakan, kita di sini berjuang bersama-sama. Kita di Dilans sudah hampir 2 tahun berjuang untuk para disabilitas dan lansia di seluruh Indonesia termasuk Kota Bandung,” tutur Farhan.
Dalam rangka hari jadi Dilans yang kedua, berbagai kegiatan selama 10 hari diselenggarakan. Puncaknya di tanggal 10 Desember 2023.
“Kegiatannya beragam, ada Yoga for Dilans, dialog interaktif, pameran, pemutaran film, kuliah umum, pertunjukan musik, kerja sama MoU dengan berbagai komunitas, dan penyerahan simbolik kursi roda elektrik pada relawan Dilans,” paparnya.
Kegiatan-kegiatan tersebut dibuat untuk menunjukkan jika disabilitas dan lansia bukan berarti akhir dari segalanya. Ia menyebutkan, sampai saat sudah ada 500 orang aktivis Dilans Kota Bandung yang ikut berperan membantu para Disabilitas dan lansia.
“Ini adalah proses yang harus kita perjuangkan sama sama, bukan mimpi yang instan. Ada teman netra usia 20 tahun mahasiswa yang bisa membaca peta berkat dibantu oleh aktivis dari Dilans,” akunya.
Farhan mengaku akan terus mencari cara untuk bisa mengakses fasilitas bagi disabilitas. Terutama dalam hal pemberdayaan, menjadi penting bagi para disabilitas dan lansia.
“Kita juga mengusahakan melalui dimensi lain yang berhubungan dengan kebijakan inklusifitas. Ini bekerja sama dengan pemerintah untuk menghadirkan regulasi yang lebih baik,” ungkapnya.
Tahun ini, Dilans telah mengampanyekan pemenuhan hak disabilitas dan lansia sejak Juni. Bukan hanya di Indonesia, Dilans juga berkolaborasi dengan mitra internasional untuk menyampaikan pesan tersebut.
“Di luar negeri kira kerja sama dengan komunitas pemanjat. Di Indonesia, ada 7 dialog interaktif. Khusus Kota Bandung, kita ingin jadikan Sumur Bandung sebagai contoh konkret inklusi. Misalnya, kafe di sekitar Braga menyediakan bahasa isyarat dan fasilitasnya mudah diakses teman-teman disabilitas. Termasuk ruang publik lain seperti museum juga perlu menyediakan layanan ramah disabilitas dan lansia,” lanjutnya.
(Hns/Red)**