INDRAMAYU || Seorang pemuda terlihat sibuk di antara rumah kaca sederhana di halaman rumahnya. Dengan tangki semprot dipunggung nya, ia tampak fokus menyiram deretan tanaman di lorong rumah kaca itu.
Di sebelah lainnya, terlihat beberapa pemuda sedang memilih dan mengemas bibit tanaman. Karena baru saja, menerima pesanan bibit tanaman lewat pesan singkat. Ada juga yang sedang sibuk menyiapkan tray semai untuk kembali membuat penyemaian aneka tanaman hortikultura.
Itulah aktivitas rutin di rumah ‘Kedung Bibit’ di Desa Juntiweden, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Sebagian mereka adalah para pemuda yang sengaja bergabung untuk sekadar menambah pengalaman bertani sembari menunggu pekerjaan atau selepas pulang sekolah.
Hal itu diungkapkan oleh Sutiman (53) petani cabai asal Desa Kedokanbunder Wetan, Kecamatan Kedokan Bunder itu mengaku telah beberapa kali gagal mengelola tanaman cabainya. Cuaca ekstrem yang melanda melumpuhkan pertumbuhan tanamannya. Sehingga ia kesulitan untuk membuat dederan (semai susulan).
Ketika itu, Sutiman tidak hanya rugi soal tenaga melainkan ia pun sudah banyak mengeluarkan modal dari pembibitan hingga biaya pupuk.
“Udah dua kali ini mati terus (tanamannya). Ini yang ketiga, Alhamdulillah mulai bisa dipanen,” ungkap Sutiman saat ditemui detikJabar.
Setelah badai El-Nino dirasakan berlalu, perkebunan di tanah seluas 100 bata mulai membuahkan hasil. Sekadar diketahui, kata bata merujuk pada satuan lokal untuk menghitung luas tanah yang digunakan petani Indramayu. Hitungannya, satu bata sama dengan 14 meter persegi. Potensi ancaman penyakit relatif berkurang, kecuali kata Sutiman serangan hama tikus yang masih mengintai.
Meski begitu, Sutiman tetap memaksimalkan pengelolaan kebunnya. Ya, dia pun harus menggunakan campuran pupuk kualitas terbaik agar bisa memperkuat pertumbuhan tanaman hingga pembuahan.
Ia mengaku, sejauh ini hanya menggunakan pupuk baceman (pupuk campur). Di antaranya, dari pupuk urea, NPK, dan Kujang KCL.
“Ya modelnya dibacem sih ya. Jadi kayak urea, NPK dan lainnya itu dicampur. Ukuran perbandingannya disesuaikan aja,” jelasnya.
Menurutnya, cara tersebut cukup menghemat biaya pemupukan. Karena ia akui, pupuk non subsidi harganya jauh lebih tinggi.
“Harganya kurang tahu soalnya beli eceran dan itu kadang pinjem dulu sama kiosnya. Tapi kira-kira yang 50 Kilogram NPK itu sekitar Rp300 ribuan lah,” ungkapnya.
Untuk bacem pupuk (pupuk campuran) biasa digunakan setiap dua minggu sekali. Namun, untuk meningkatkan hasil buah maksimal, ia pun menambahkan pupuk murni di setiap bulannya.
Benar saja, berkat pemupukan yang rutin dan tepat dosis. Sutiman kini bisa tersenyum. Karena hasil panen cabai hijaunya cukup melimpah. “Ini baru awal-awal panen ya. Udah dapat sekitar 3 Kwintal lah. Dan untungnya harga sekarang agak lumayan bagus,” ungkap Sutiman.
“Alhamdulillah bisa nutupi modal yang gagal sebelumnya,” pungkasnya.
Menunjung Ketahanan Pangan
Sementara itu, Kepala Bidang Hortikultura pada Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Indramayu, M Ikhwan Farkhani menyebut ada sekitar beberapa jenis tanaman hortikultura unggulan di Kabupaten Indramayu. Dimana tingkat produktivitas per tahunnya selalu mencapai tertinggi.
“Yang paling tinggi itu cabai besar, kedua itu kacang panjang, ketiga ketimun,” kata Ikhwan kepada detikJabar.
Seperti dikutip dari data BPS (Indramayu Dalam Angka Tahun 2023) pada tahun 2022 lalu, produksi cabai besar di Indramayu mencapai 41.509 Kwintal. Meski, cabai besar itu diketahui baru terdata di tahun 2021 lalu. Kemudian disusul tanaman kacang panjang yaitu produksi nya sekitar 21.478 kuintal.
Berikut tabel dari produksi tanaman sayuran dan buah-buahan semusim menurut angka tertinggi (kuintal) dari tahun 2019 sampai tahun 2022:
Baru empat sih ya, ya mereka rutin habis ngebantu orang tua terus datang ke sini. Kebanyakan udah keluar sekolah terus ada juga yang masih sekolah, tapi kan saya batasi, kan kasihan masih sekolah takut terganggu belajarnya,” kata pemilik Kedung Bibit, Dudi Kuswandi
Pria yang akrab disapa Dudi itu mengaku sejak tahun 2006 silam sudah terjun di pertanian. Namun, pria berusia 36 tahun itu kerap menemui adanya kegagalan petani, khususnya petani hortikultura. Terutama pada saat tahap penyemaian.
Dari kejadian itu, Dudi mencoba melakukan penyemaian untuk sekadar kebutuhan pribadi, hingga untuk petani di sekitarnya. Dudi tidak menyangka, dengan modal Rp5 juta, bibit dari penyemaiannya pun kian banyak diminati hingga pada tahun 2021 lalu, ia memutuskan untuk memperbanyak rumah kaca di halaman rumah sebagai tempat penyemaian.
“Pertama itu untuk kebutuhan sendiri terus karena banyak kegagalan semai di kalangan petani tuh. Itu jadi motivasi kita, jangan sampai petani rugi dalam penyemaian. Kan mahal kalau beli di toko tuh bisa sampai Rp200 ribu itu belum tentu tumbuh,” ungkap Dudi.
Uniknya, Dudi tidak hanya menyediakan beberapa jenis tanaman. Hampir semua jenis tanaman hortikultura yang cocok di dataran rendah ia sediakan. Mulai dari aneka jenis cabai, kol, brokoli, hingga tanaman buah lainnya.
“Semua yang dibutuhkan petani ada semua untuk tanaman dataran rendah ya. Kol, bunga kol, brokoli, kubis juga ada. Sampai semangka melon juga ada pokoknya yang tanaman dataran rendah lah. Banyak jenisnya belasan sampai puluhan lah,” jelasnya.
Dudi mengaku ia tidak banyak memasarkan produknya tersebut. Namun, pesanan tanaman semainya kian berkembang. Dari total stok yang mencapai 150 ribu bibit itu, Dudi bisa menjual 20 sampai 30 ribu bibit untuk setiap bulannya.
“Kalau nyemai nggak pernah putus. Per bulan itu sampai 30 ribuan bibit berbagai jenis. Paling bisa di rata-rata itu 20 ribuan per bulan ya,” katanya.
Warga asli Desa Juntiweden itu mengaku tidak memiliki rahasia khusus dalam mengembangkan budidaya pembibitan tersebut. Karena ia hanya menyiapkan beberapa alat dan bahan. Seperti kotak semai, media tanam dan pemilihan pupuk organik.
Sesekali, ia juga bisa menggunakan NPK dari produk PT Pupuk Indonesia sebagai stimulan. Apalagi jika pertumbuhan tanaman tersebut mulai sulit.
“Pakai POC (pupuk organik cair). Kalau tanaman susah atau tumbuhnya lambat dikasih (NPK) pemancing sedikit. Paling berapa persennya aja,” ungkapnya.
Selain menjamin perawatan, Dudi juga berkomitmen untuk melakukan pemantauan atau garansi bagi pembeli. Baik itu di kalangan perkebunan rumah maupun di persawahan. Yaitu dengan cara pemantauan rutin setelah bibit ditanam. Hal itu ia lakukan agar tidak ada petani yang rugi dan terus berjuang dalam ketahanan pangan mandiri.
Terlebih, ia juga sangat berharap pada warga yang menanam di pekarangan rumah. Karena bisa menekan biaya hidup dengan memaksimalkan berkebun.
“Tergantung ya, dari harga Rp200 sampai Rp500 per bibit tergantung tanamannya. Harga tertinggi tanaman batang keras, kayak nangka, mangga dan lainnya itu di atas Rp500,” jelas Dudi.
Bangkitkan Petani dari Badai El-Nino