Jakarta – Aliansi Nusantara Hijau (Alastra) kembali melakukan aksi jilid dua dalam rangka mendesak aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk segera bertindak, memberantas para mafia pertambangan yang telah menyengsarakan rakyat dan merugikan keuangan negara sekala besar.
Menurut Koordinator Lapangan Ali Aludin Hamzah, APH harusnya terus meningkatkan kinerjanya pada agenda penegakkan hukum kaitannya dengan agenda dalam tata kelola lingkungan hidup dan sumber daya alam tanpa harus terjebak pada intrik politik jelang pilpres 2024 dan pola-pola yang melemahkan penegak hukum dari dalam.
“Sebab pada sektor lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan sektor kunci yang dapat menentukan maju atau mundurnya bangsa ini. Semuanya bergantung pada sektor itu, entah itu kalangan pengusaha, petani, nelayan bahkan masyarakat dalam pemerintahan moderen sekalipun. Kalau kemudian APH lemah dan terlihat seperti diatur-atur oleh kalangan pengusaha yang tidak berjiwa nasionalis maka hancurlah negeri ini. Ini harus segera dihentikan!” Kata Ali dalam aksinya di depan Gedung Kejaksaan Agung RI, Kamis, 30/11/2023
Lebih lanjut Ali menegaskan saat ini terdapat praktek pilih kasih dalam penegakan hukum yang lagi-lagi mengorbankan masyarakat kecil. Hal itu terlihat dalam kasus dugaan korupsi sumber daya alam yang melibatkan pemilik PT. Harita Group, Lim Hariyanto Wijaya Sarwono.
Betapa tidak, Lim dinilai kebal hukum meskipun diduga kuat terlibat dalam kasus berantai pada sektor sumber daya pertambangan di provinsi Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara.
Lim juga diduga sebagai biang kerok porak-poranda-nya lahan dan pemukiman warga, perkebunan dan hutan adat secara melawan hukum tanpa peduli dengan ketentuan dan kaidah-kaidah pertambangan yang memperhatikan kelangsungan lingkungan hidup, masyarakat adat dan keanekaragaman hayati sekitar.
“Fakta menunjukan masyarakat Wawonii di Sulawesi Tenggara dan Pulau Obi, Maluku Utara paling dikorbankan akibat kegiatan pertambangan PT. Harita Group. Namun sayang, pemerintah termasuk APH takluk dibawah telunjuk PT. Harita Group terbukti sampai hari ini kasus-kasus yang dialamatkan kepada PT. Harita Group tenggelam ditangan penegak hukum itu sendiri. Ini sangat miris dan menyedihkan terjadi di negeri yang konon paling mengedepankan kemanusiaan yang adil dan beradab ini.” terangnya.
Lebih lanjut, Ali menjelaskan PT. Gema Kreasi Perdana selaku anak usaha Harita group di Konawe Kepulauan diduga melakukan aktifitas pertambangan ilegal disinyalir menyebabkan kerugian negara, hilangnya hak atas sumber sumber penghidupan dan hak atas lingkungan hidup yang sehat bagi masyarakat.
“PT. Duta Inti Perkasa Mineral (DIPM), anak usaha PT. Harita Group juga diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi SDA yang menjerat Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman dengan kerugian negara ditafsirkan sebesar 2,7 Triliun rupiah. Lim bahkan sempat mangkir dari panggilan KPK RI pada Juli 2020 lalu terkait keterlibatannya dalam kasus dugaan korupsi yang menjerat Bupati Aswad Sulaiman kaitan dengan pemberian izin Kuasa Pertambangan terhadap PT. DIPM di lahan PT. Antam.” Ungkap Ali.
Sementara di Maluku Utara sendiri PT Trimegah Bangun Persada, Anak usaha PT Harita Group juga diduga bekerjasama dengan Bupati Halmahera Selatan, Muhammad Kasuba untuk membatalkan dan mengambil-alih hak kuasa pertambangan eksploitasi (KW 97 PP 0464) milik Antam meliputi Pulau Obi dan Pulau Mala-Mala Halmahera Selatan, Maluku Utara tanpa dasar yang jelas.
Kebijakan itu menurut Ali secara langsung membatalkan SK Dirjen Pertambangan Umum ESDM No 488K/24.01/DJP/2000 tertanggal 20 September 2000 dimana Antam mendapat hak secara sah atas kuasa pertambangan eksploitasi nikel di atas wilayah seluas 9528 Ha di Pulau Obi dan Pulau Mala-mala.
“Sangat disayangkan oleh karena lahan yang digunakan PT. Harita Group di Pulau Obi hari ini adalah lahan yang sebelumnya milik PT. Antam yang dicaplok secara sepihak tanpa ada kejelasan yang jelas. Akibatnya negara mengalami kerugian atas hilangnya aset negara PT. Antam baik kerugian investasi Rp.75 Milyar, stand by cost Rp.2,5 Milyar, biaya community development Rp.2,5 Milyar kepada Bupati, serta pengeluaran-pengeluaran lainnya.” Tambah Ali
Tak hanya itu, Pemilik PT Harita Group, Lim Hariyanto Wijaya Sarwono terang Ali juga diduga terlibat korupsi penyalahgunaan kewenangan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) serta penyalahgunaan tertib CnC (Clean and Clear), pemalsuan tanda tangan Gubernur Maluku Utara, Thaib Armain yang melibatkan manager PT Kemakmuran Pertiwi Tambang (KPT), anak usaha PT. Harita Group dan Karo Hukum Pemprov Maluku Utara yang diperkirakan menyebabkan kerugian Negara sebesar Rp. 630 milyar.
“Pemilik PT. Harita Group juga diduga melakukan korupsi sumber daya alam dari kewajiban pajak ekspor nikel ke China periode 2009-2012, diperkirakan kerugian negara mencapai triliunan rupiah.” Ujarnya.
Olehnya itu, atas banyaknya kasus terbengkalai yang dialamatkan kepada Pemilik PT. Harita Group menunjukan betapa tenggelamnya semangat nasionalisme dalam age
nda penegakan hukum di negeri ini.
“Hukum benar-benar tumpul keatas dan tajam pada masyarakat bawah, negara-pun rusak akibat memproduksi ketidakadilan, keserakahan dan kekuasaan yang cenderung memihak pada pengusaha.” bebernya.
Sehingga tegas Ali perlu pemerintah untuk segera menghentikan seluruh aktifitas Pertambangan PT. Harita Group sebagai bentuk sanksi administrasi yang tegas serta mendorong pemberantasan pelanggaran pidana dalam hal ini tindak pidana korupsi sumber daya alam sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Perlu Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk tegas dan cepat menangkap dan menetapkan tersangka terhadap Pemilik PT. Harita Group, Lim Hariyanto Wijaya Sarwono tanpa tebang pilih demi kemanusiaan dan keadilan.” Tutupnya.
Diketahui aksi itu langsung diterima oleh pihak Kejaksaan Agung RI untuk ditindaklanjuti ditandai dengan penyerahan berkas perkara dugaan kejahatan pidana yang melibatkan Pemilik PT Harita Group.
Kejaksaan RI Malut PT. Harita Group Seknas Alastra Sultra Warga Kawasi Warga Wawonii
Ikuti Kami