Oleh : Idat Mustari
Opini — Ajaran Islam yang bersumber kepada wahyu (Al-Qur’an) dan Sunnah (hadis) telah menjelaskan masalah utang-piutang. Dalam Al-Qur’an masalah utang-piutang disebut dalam surat Al-Baqarah (2):282, “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah, tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya”.
Yang dimaksud dengan “tidak secara tunai”, adalah utang-piutang. Sedangkan yang dimaksud dengan “waktu yang telah ditentukan,” artinya bukan saja jangka waktu yang ditentukan, 12 bulan, 24 bulan dan seterusnya, tetapi juga termasuk syarat-syaratnya, besar angsurannya, serta mengisyaratkan agar si berutang tidak asal berutang tetapi juga punya perencanaan anggaran, bagaimana dan darimana sumber pembayaran yang diandalkan, bukan baru dalam angan-angan.
Dengan demikian, Ajaran Islam memberikan ruang untuk seorang muslim berutang, namun di sisi lain, Islam pun mengajarkan agar seorang muslim untuk berhati-hati dalam berutang. Dalam sebuah riwayat dijelaskan Nabi saw, enggan mensholati mayat yang berutang, tanpa ada yang menjamin utangnya. Bahkan Nabi saw, bersabda ” Diampuni bagi syahid semua dosanya, kecuali utang.” (HR. Muslim, dari amr bin ‘Ash).
Dibolehkannya seorang muslim berutang, seperti disampaikan oleh Ibnu Majah, beliau membawakan hadits dari Ummul Mukminin Maimunah. Dulu Maimunah ingin berutang, lalu di antara kerabatnya ada yang mengatakan, “Jangan kamu lakukan itu!” Sebagian kerabatnya ini mengingkari perbuatan Maimunah tersebut. Lalu Maimunah mengatakan, “Iya. Sesungguhnya aku mendengar Nabi dan kekasihku Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika seorang muslim memiliki utang dan Allah mengetahui bahwa dia berniat ingin melunasi utang tersebut, maka Allah akan memudahkan baginya untuk melunasi utang tersebut di dunia” (HR. Ibnu Majah no. 2399).
Rasulullah juga pernah mengatakan bahwa “sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam membayar utang”. Maksudnya, ketika dia mampu, maka dia langsung melunasinya, atau melunasi sebagiannya jika dia tidak mampu melunasi seluruhnya.
Maka, berdasarkan keterangan tersebut, yang paling utama saat berutang adalah niat untuk mengembalikannya. Kalau saja seseorang saat berutang diniatkan tidak untuk mengembalikannya, maka orang itu, Allah hukum dengan dosa sebagai pencuri atau perampok. Sekali lagi, boleh berutang asal niat bayar.
*_Komisaris Independen BPR Kerta Raharja Kab Bandung dan Penulis Buku Bekerja Karena Allah_