TANGSEL – Pengamat Kebijakan Publik, Adib Miftahul, menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ambang batas partai dalam Pilkada serentak sebagai angin segar untuk demokrasi di Indonesia. Adib menilai bahwa sebelumnya, penentuan kandidat untuk posisi gubernur, bupati, atau walikota seringkali didominasi oleh elit politik atau oligarki partai, yang mengabaikan potensi dan elektabilitas kandidat jika mereka tidak mendapatkan “tiket” dari elit tersebut.
“Publik sering kali disajikan dengan situasi di mana potensi, popularitas, dan elektabilitas kandidat tidak berpengaruh jika tiketnya tidak diberikan oleh elit politik,” ujarnya. Contoh yang disebutkan adalah Anies Baswedan dan Airin Rachmi Diany, yang menurut Adib, terhambat oleh kekuatan politik yang ada.
Putusan MK ini, menurut Adib, memberikan peluang bagi partai-partai kecil dan kandidat-kandidat potensial untuk terlibat dalam perpolitikan nasional. Kini, partai yang mendapatkan suara minimal 10% di tingkat provinsi atau kota memiliki kesempatan untuk maju dalam Pilkada.
Meski begitu, Adib juga mencatat potensi dampak negatif dari keputusan ini, seperti kemungkinan munculnya banyak partai politik baru sebagai respons terhadap dominasi partai besar. Ia menyoroti bahwa tokoh-tokoh seperti Airin, yang sebelumnya terhalang oleh koalisi politik, kini memiliki peluang yang lebih besar.
“Harusnya Golkar mengevaluasi kembali keputusan ini dan mempertimbangkan untuk memberikan kesempatan kepada kandidat dengan elektabilitas tinggi seperti Airin, tanpa harus bergabung dengan KIM,” tegas Adib.
Selain itu, Adib melihat putusan MK sebagai simbol perlawanan terhadap hegemoni politik yang selama ini dikuasai oleh elit politik. Jika tokoh-tokoh yang selama ini terhambat dapat maju, opini publik mungkin akan lebih mendukung mereka.
“Putusan MK ini menunjukkan bahwa lembaga tersebut tetap independen, membantah anggapan bahwa MK bisa diatur oleh istana. Ini dapat menciptakan ‘tsunami politik’ yang mengubah peta politik di Indonesia,” tambah Adib.
Adib juga menilai peluang Airin untuk maju semakin terbuka, terutama jika ia mengambil langkah strategis, seperti bergabung dengan PDIP tanpa harus meninggalkan Golkar. Langkah ini dapat menjadi bentuk “balas dendam politik” dan mengubah dinamika politik yang selama ini didominasi oleh koalisi besar.
Keputusan MK diharapkan dapat membawa perubahan signifikan dalam dinamika politik nasional dan memberikan peluang baru bagi kandidat-kandidat potensial yang sebelumnya terhambat. Publik tentu menanti langkah-langkah strategis yang akan diambil oleh para tokoh politik dalam menghadapi Pilkada mendatang.
Reporter:Â
(Abah Azis)