MADIUN – Setiap hari Minggu warga Kota Madiun, Jawa Timur, dan kota-kota sekitarnya mendapat hiburan gratis berupa pertunjukan adu ayam jago. Diklaim sebagai hiburan, lantaran sifatnya cuma ‘ngabar’ atau dalam dunia tinju disebut _sparring partner_ alias latihan belaka.
Tidak ada panitia disitu. Pengidenya adalah para penggemar ayam aduan di lokasi ‘pertandingan’ itu sendiri, yakni halaman belakang Pasar Burung atau disebut Pasar Manuk, Jl. Pelita Tama, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun.
Meskipun faktanya warga sedang mengadu ayam jago, namun tak satupun polisi yang menangkapnya. Padahal praktek semacam itu sudah berlangsung bertahun tahun.
Para pengunjung anteng berdiri dan duduk mengitari kalangan adu jago, lantaran pemilik dua ekor jago bangkok aduan yang tengah bertarung itu hanya berniat ‘ngabar’ saja. Bukan sabung (berlaga) yang umumnya diikuti dengan uang taruhan, baik oleh pemilik ayam maupun para penontonnya.
Itulah sebabnya aparat keamanan membiarkannya. Tidak membubarkan kerumunan itu. Apalagi menangkap para pelakunya, juga tidak. Lantaran memang tidak terdapat unsur perjudian di arena tersebut.
Meski sekedar latihan tarung ayam, namun arena itu memunculkan semacam ajang pencarian ‘bibit unggul’ ayam petarung. Bahkan, lebih dari itu ternyata sanggup menggulirkan bisnis ayam jago petarung. Sebab, jago yang dianggap mumpuni, bahkan bila sanggup memenangkannya, akan dibeli penonton dengan harga tinggi.
Begini. Saat kedua pemilik ayam jago mulai meletakkan ayamnya di dalam kalangan atau dalam tinju disebut naik ring, dan kedua ekor ayam mulai ‘adu jotos’, para penonton yang berkerumum mengitari kalangan langsung melakukan penilaian.
Para penonton yang umumnya penggemar adu ayam jago itu mulai mengamati dan menilai, bagaimana cara bermain kedua ayam itu. Mulai dari pukulannya tepat atau ngawur.
Menurut Purwoko, salah seorang pengunjung yang ngobrol dengan jurnalis, Minggu (9/6/2024), solah atau gaya bertarung itu menentukan point pertarungan. Terdapat ayam petarung yang memiliki solah ngonyor, solah atas, solah bawah dan solah atas bawah. Semua itu menunjukkan kecakapan, dan ciri ayam jago dalam upaya ‘mematikan’ lawannya.
Menurutnya, terdapat ayam jago yang boros ‘menjotos’ lawannya, namun tidak kena sasaran. Itu percuma. Menghabiskan tenaga. Bahkan kerap menjadi sasaran serangan balik bagi sang lawan.
Yang membahayakan adalah ayam jago yang nampaknya jarang memukul, namun sebenarnya mengamati dan mencari celah. Dan ketika mendapat kesempatan, dengan sekali pukul saja sang lawan _kejiling_ alias terkapar atau knock out. Itu karena pukulannya tepat mengenai area mematikan, yakni kepala atau leher. Pukulan keras dan tandas mengakibatkan lawan _kejiling_.
Model tarung ayam jago seperti itu yang menakutkan bagi pemilik ayam jago lawannya. Seperti gaya tinju si leher beton Mike Tyson. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Sekali pukul, pertandingan tersudahi karena hantamannya sanggup ‘menidurkan’ lawan di atas kanvas.
Juga ada model ayam yang tarungnya mirip gaya duelnya petinju legendaris, Mohamad Ali. Yakni hit and run. Pukul lalu lari menghindar. Model begini lumayan lama dapat menyudahi lawannya, tapi tetap membahayakan lawan.
“Jadi, ayam petarung itu bukan soal kerasnya memukul. Tapi tepat sasaran itu yang penting. Keras pun kalau tidak kena kan buang tenaga,” tukas Purwoko.
Di arena ngabar itu terdapat ayam aduan yang sanggup memukul KO lawannya. Ayam milik warga Kecamatan Bendo, Magetan, yang enggan menyebut namanya _menjiling_ ayam milik warga Dolopo, Madiun.
Ayam jago yang _kejiling_ sempat tidak bergerak sama sekali beberapa saat. Hingga kedua pemilik ayam masuk kalangan, dan mengakhiri pertandingan.
Sang jago yang tampil sebagai pemenang itulah akhirnya dibeli salah seorang pengunjung. Si jago itu dibeli seharga Rp. 700.000. Awalnya pemilik jago melabel angka Rp. 750.000.
“Ayam saya yang sempat _jiling_ tadi dibeli orang dengan harga Rp. 700 ribu. Awalnya saya tawarkan Rp. 750 ribu. Dulu, kakak dari ayam itu juga laku Rp. 1 juta. Mainnya juga hebat,” beber warga Kecamatan Bendo yang sehari-hari bekerja sebagai kuli bangunan itu.
Para penggemar ayam aduan di Pasar Manuk itu membuat kalangan berbentuk bulat. Dengan bahan spons karet berdiameter sekitar 3 meter, berketinggian 0,5 meter. Juga diberi alas karpet untuk menjaga kenyamanan ayam dalam bertarung.
Kalangan dibuat dua unit. Berdiri bersebelahan tidak terlalu jauh. Sehingga ngabar ayam berlangsung di dua tempat sekaligus.
Dalam sekali periode, pada satu kalangan, bisa mencapai lebih dari 10 pasang ayam jago yang dipertarungkan. Dan lama pertandingan berkisar antara 15 menit. Kedua ayam diangkat dan tidak diulang di ‘ronde’ berikutnya, karena bukan sabung ayam.
Pertandingan digelar mulai pukul 10.00 dan berakhir hingga sekira pukul 13.00. Bagi pengunjung tidak dipungut beaya. Juga tidak diperbolehkan melakukan transaksi taruhan.
Di arena itu tak satu pun terlihat penonton berjenis kelamin perempuan. Karena kegiatan itu merupakan urusan laki-laki. Yang semuanya penggemar pertarungan ayam jago.
Selain dari wilayah Madiun sendiri, pengunjung yang merapat di arena itu juga berasal dari berbagai kota di sekitarnya. Tak sedikit yang datang dari Magetan, Ngawi dan Ponorogo. (fin)