Bekasi, Satunews.id – 19 Juli 2025. Fenomena peredaran Tramadol secara bebas di wilayah Bekasi kian memprihatinkan. Awak Media Satunews.id menemukan fakta mengejutkan saat melakukan penelusuran langsung di lapangan. Meski salah satu pedagang besar Tramadol di kawasan padat penduduk Jalan Cempaka, Bekasi, baru saja digerebek aparat, justru semakin banyak pedagang lain yang diduga nekat dan terang-terangan menjual obat terlarang tersebut.
Kondisi ini bak pepatah: “Mati satu, tumbuh seribu.” Setelah penggerebekan, diduga para pedagang lain justru merasa memiliki peluang emas untuk membuka lapak baru, seolah tak ada rasa takut terhadap hukum.
Pertanyaan besarnya: Mengapa ini bisa terjadi?
Padahal, Tramadol termasuk dalam kategori Obat Keras, dan penjualannya secara bebas tanpa resep dokter adalah tindakan melanggar hukum. Bahkan, penyalahgunaan Tramadol dengan dosis tinggi masuk dalam kategori penyalahgunaan Narkotika karena berisiko menyebabkan ketergantungan dan efek samping serius.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 196. “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).”
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, jika Tramadol digunakan melebihi dosis wajar atau disalahgunakan. Pasal 114 Ayat (1) “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.”
“Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Penggolongan Obat, Tramadol masuk dalam daftar Obat Keras yang pengedarannya wajib dengan resep dokter.”
Dari hasil penelusuran, muncul dugaan adanya praktik “biaya koordinasi” antara pemilik toko dengan oknum aparat, yang membuat para pedagang Tramadol merasa aman dan kebal hukum. Saat ditanya terkait nominal setoran bulanan tersebut, penjaga toko enggan menjelaskan.”Itu urusan Bos,” ujar penjaga toko singkat.
Jika benar praktik ini dibiarkan, maka hal ini menjadi ancaman serius bagi generasi muda dan mencoreng kredibilitas penegakan hukum di Indonesia. Masyarakat pun bertanya, apakah hukum masih relevan di era digitalisasi ini? Mengapa hukum sering terasa tumpul ke atas dan tajam ke bawah?
Kami mendesak aparat hukum, baik dari Kepolisian, Kejaksaan, maupun instansi terkait lainnya untuk segera Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penegakan hukum di wilayah Setempat, Menindak tegas yang diduga para pedagang Tramadol ilegal, serta Memproses hukum yang diduga oknum aparat yang bermain mata dengan para pengedar barang terlarang tersebut.
Penegakan hukum yang adil dan transparan adalah kunci kepercayaan masyarakat kepada negara.
(Aminah/Red)