Kota Bandung, Satunews.id – Kota Bandung terus melangkah maju dalam mewujudkan lingkungan yang lebih bersih dan berkelanjutan. Salah satu terobosan yang kini dikembangkan adalah penggunaan teknologi biodigester, alat pengelola sampah organik yang mampu menghasilkan energi dan pupuk cair.
Solusi ini dinilai sejalan dengan visi Bandung sebagai kota modern yang peduli lingkungan dan tangguh dalam menghadapi tantangan sampah.
Dalam siaran kolaborasi Radio Sonata dan Radio PR FM pada Selasa 8 Juli 2025, hadir dua narasumber utama yang berbagi pandangan strategis mengenai teknologi ini. Mereka adalah Ketua Tim Pengurangan Sampah DLH Kota Bandung, Syahriani dan anggota Komisi III DPRD Kota Bandung, H. Andri Rusmana.
Syahriani menjelaskan, biodigester dipilih karena kemampuannya mengolah limbah organik yang mendominasi komposisi sampah di Kota Bandung.
“Produksi sampah kita sekitar 1.500 ton per hari, sementara kapasitas ke TPA hanya 800 ton. Maka pengelolaan dari sumber jadi sangat penting,” terangnya.
Pasar Gedebage menjadi lokasi percontohan penggunaan biodigester karena volume sampah organiknya sangat tinggi.
“Di Gedebage, kami lihat potensi besar untuk mengurangi beban TPA lewat pengolahan langsung di lokasi. Biogasnya bisa digunakan untuk memasak, pupuk cairnya untuk pertanian,” ujarnya penuh optimisme.
Meski demikian, ia berharap ada perubahan pola pikir masyarakat.
“Kita pernah memberikan alat ke warga, tapi tak semua dimanfaatkan optimal. Maka sekarang fokus kami adalah menempatkan alat di lokasi strategis dengan pendampingan intensif,” tambah Syahriani.
Edukasi dan kolaborasi lintas sektor harus berjalan seiring agar Bandung benar-benar lepas dari ancaman krisis sampah.
“Warga bisa mulai dari hal kecil: memilah, mengolah, dan mengurangi dari rumah. Kami fasilitasi rumah maggot di 149 kelurahan dan bangun pengolah residu di Cicukang dan Gedebage,” papar Syahriani.
Dari perspektif legislatif, Andri Rusmana menyatakan, biodigester adalah solusi mendesak dan strategis.
“Ini bukan sekadar alat, tapi jawaban atas tiga isu besar: lingkungan, kesehatan, dan efisiensi anggaran,” jelasnya.
Ia juga menyoroti perlunya penguatan komitmen anggaran untuk persoalan mendasar seperti sampah.
“Sampah, banjir, dan macet itu tiga masalah utama di Bandung. Ini harus jadi prioritas dalam APBD, bukan sisaan,” tegasnya.
Sebagai bentuk dukungan konkret, DPRD mendorong revisi Perda dan insentif bagi komunitas yang mau mengadopsi teknologi hijau.
“Kalau ada RW atau komunitas yang ingin gunakan biodigester, kita dorong lewat program bantuan keuangan atau pemberdayaan masyarakat,” katanya.
Andri pun mengingatkan akan pentingnya pembelajaran dari masa lalu.
“Bandung pernah punya trauma soal sampah. Jangan sampai terulang. Kita harus bergerak bersama—pemerintah, DPRD, dan masyarakat. Kalau bersatu, krisis bisa dicegah,” tuturnya.
(dr.j)
Kepala Diskominfo Kota Bandung
Yayan A. Brilyana