Oleh: H. Sutriachol Haris, Lc
Satunews.id – Pada 30 Juli 2024, dalam acara strategis yang diselenggarakan oleh Partai Perindo, Megawati Soekarnoputri tampil sebagai pembicara. Dalam kesempatan tersebut, Megawati mengungkapkan pandangannya bahwa Presiden Soeharto adalah “Bapak Pembangunan”. Namun, pernyataan ini menimbulkan pertanyaan: apa sebenarnya yang dimaksud dengan pembangunan tersebut?
Sebagai anak Presiden Soekarno, Megawati seharusnya memahami bahwa kritik terhadap Soeharto juga mencerminkan kritik terhadap ayahnya, Soekarno. Ketika Megawati tiba pada akhir hayatnya, sepatutnya ia mengambil pelajaran hidup yang baik dan tidak hanya mengkritik Soeharto secara halus, terutama jika tujuannya adalah untuk menyampaikan kritik terhadap tokoh politik lain seperti Prabowo.
Dalam sehari-hari, sebaiknya Megawati tidak membandingkan kehidupan seseorang dengan yang lain, terutama bila hal itu tidak memberikan pelajaran positif. Adalah tidak etis untuk terus-menerus menilai seseorang yang telah wafat secara negatif, apalagi bila ia adalah sosok yang memiliki pengaruh besar seperti Soeharto.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan mengatur tentang penghargaan, dan mungkin Megawati telah lupa bahwa di NKRI ini, pahlawan tidak hanya Soekarno, tetapi juga mereka yang memiliki kontribusi besar bagi negara.
Sebagai orang yang mengaku beriman, adalah baik untuk menilai kebaikan seseorang yang telah meninggal dunia, bukan hanya keburukannya. Pelajaran dari Pilpres 2024 seharusnya mengajarkan kita untuk lebih bijaksana dalam menilai dan berbicara tentang orang lain.
Akhir kata, semoga kita semua bisa semakin matang dan bermanfaat dalam ucapan dan tindakan kita. Merdeka! Salam Agustus.
**(Red)**