GARUT// Pungutan yang terjadi di Sekolah Menengah Atas Negri (SMAN 8 Garut) yang berkedok Sumbangan Pembangunan, telah mencoreng Dunia Pendidikan di Kabupaten Garut. Rabu 6 Desember 2023.
SMAN 8 Garut yang beralamat di jl raya Garut-tasikmalaya KM.6,5 Desa Pasanggrahan Kecamatan Cilawu, yang diduga telah melakukan Pungutan yang Berkedok Sumbangan itu, diperkuat dengan adanya aduan masyarakat/orang tua murid yang menceritakan ke Awak Media.
“Awalnya kami sebagai wali/Orang Tua Murid dipanggil oleh pihak sekolah, karena ada rapat, dan di dalam isi rapat itu ada penentuan Nominal, sehingga kami selaku orangtua tawar menawar, sampai dengan angka 3.500.000(Tiga Juta Lima Ratus Ribu), kami selaku orangtua murid, mengikuti aja meski terpaksa, karena apaboleh buat Anak kami, ingin sekolah di SMAN 8 Garut Cilawu ini. “Ujarnya
Lanjut Orangtua Murid,bahwasanya Sumbangan dan Pungutan itu Beda.“Sumbangan sekolah adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang, barang, maupun jasa dari siswa, orang tua, wali, perseorangan, atau lembaga lainnya pada kepada satuan pendidikan,yang Sifatnya sukarela, tidak memaksa dan tidak mengikat.Besar dan jangka waktu pemberian sumbangan sekolah tidak ditentukan oleh satuan pendidikan.”Pungkasnya
SMAN 8 Garut Cilawu, ada dugaan indikasi lain yang berbau Penyalahgunaan wewenang, pasalnya dari berkas orangtua murid yang tidak mau di sebut namanya, memperlihatkan Map yang bertulisan nampak depannya, Kartu Pembayaran Dana Sumbangan dan isi dari Map tersebut ada satu lembar kertas yang bertulisan,Data Tunggakan Dana Sumbangan Pembangunan.
Diwaktu yang sama awak Media mencoba investigasi kelapangan, tepatnya dilingkungan SMAN 8 Garut Cilawu, Awak Media mencoba mewawancarai beberapa Murid SMAN 8 Garut Cilawu, dan hasinya benar, beberapa Murid menyatakan, Masuk ke SMAN 8 Garut Cilawu, membayar 3,500.000(Tiga Juta Lima Ratus)untuk DSP.
Jujun S.Pd , M.Pd selaku Kepala Sekolah SMAN 8 Garut Cilawu, saat di wawancarai awak Media di Ruangannya, membenarkan adanya Hal tersebut.
“Kami hanya mengajukan Program, diantaranya pembelian Meja dan Computer, adapun yang menyimpulkan besaran uang/Nominal Itu di tentukan oleh Komite dan kami mempunyai ijin Dari KCD, malahan Sekolah kami, sekolah yang paling terakhir meminta Ijin kepada KCD untuk hal itu. “Ujarnya
Jujun juga menambahkan, bahwasanya Jujun secara pribadi tidak mengetahui adanya Catatan Tunggakan Dana Sumbangan. Padahal Jujun sendiri adalah, kepala pemangku kebijakan di Sekolah SMAN 8 Garut Cilawu, dan orang tua Murid pun ketika membayar Dana Sumbangan Pembangunan (DSP) Ke Sekolah, bukan ketempat yang lain.
“Saya secara pribadi tidak mengetahui adanya Tunggakan Dana Sumbangan, karena bukan Ranah kami.” Pungkasnya
Dede Alwi Guru yang mendampingi Jujun Selaku Kepala Sekolah, yang saat di wawancarai awak Media, juga menambahkan.
” Kalau mempunyai Tunggakan, berarti mempunyai Hutang.” Ungkapnya
Diwaktu yang berbeda awak media mencoba mewawancarai pihak KCD Bpk Aang, via Tlp/WA, dan Aang pun memberikan Statmennya.
” Yang mengijinkan bukan KCD, tapi peraturan, itu juga bentuknya Sumbangan, terus dengan Komitenya seperti apa.“Kalo perlu bawa orangtuanya, mana yang keberatan, bisa di diskusikan, kalau tidak mampu ya sudah selesai, karena Sumbangan itu Tidak memaksa dan tidak Mengikat.”Imbuhnya
“Makanya saya ingin langsung mengkomunikasikan dengan Komite, kemarin saya sudah Tegur , Tidak ada kartu, tidak ada apa apa.
Menurut Aang juga, bahwa perbuatan yang terjadi di Sekolah SMAN 8 Garut Cilawu itu Tidak dibenarkan, Kartu Tunggakan itu, tidak boleh dan itu perbuatan yang Salah. “Pungkasnya
Menanggapi hal tersebut, Mohamad Husni Mudakir selaku Aktivis Peduli Pendidikan Angkat bicara
” Betul sekali Sumbangan itu syah syah saja, dan di benarkan oleh Aturan yang berlaku,apabila Konteknya Sukarela dan bukan Patokan.Dan yang kami kaji SMAN 8 Garut Cilawu ini banyak kejanggalannya, Masa Sumbangan ada tunggakannya, dan gak mungkin selaku kepala pemangku kebijakan di SMAN 8 Garut Cilawu tidak mengetahui adanya Catatan tunggakan, sedangkan Para Orang tua/wali Murid, membayarnya ke Sekolah, dan kami juga paham dengan aturan Komite, seperti Pasal 3 Permendikbud 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah dapat menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif bukan Diskriminatif secara tidak langsung dan di Pasal 12 nya, Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dilarang: a. menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di Sekolah; b. melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya.Jadi sudah jelaskan dari pasal 12 dilarang ada Pungutan, dan jangan sampai Kalimat atau tulisan Sumbangan di jadikan Formalitas untuk mengelabui Kalimat atau Tulisan Pungutan. “Tandasnya.
Pewarta:
ASEP Cs
(RED)**